![]() |
Mahasiswa Jabodetabek dan Banten menggelar konsolidasi kebangsaan dan buka puasa bersama di Gedung Juang 45, Jakarta, pada Jumat (14/3). Foto: Ino Making |
Dalam sambutannya, Koordinator Konsolidasi, Betran Sulani menegaskan bahwa mahasiswa memiliki peran strategis dalam menghadapi tantangan global yang terus berkembang. “Ajang konsolidasi ini adalah wadah untuk mendiskusikan berbagai permasalahan, termasuk kebijakan efisiensi yang dikeluarkan pemerintah, khususnya dalam bidang pendidikan. Dengan kemajuan teknologi, kebenaran suatu kebijakan harus diuji secara kritis,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa sejarah telah mencatat peran mahasiswa dalam perubahan sosial dan politik, seperti pada era Reformasi. “Mahasiswa harus tetap menjadi bagian dari solusi demi kemakmuran rakyat,” tambahnya.
Hadir sebagai pembicara, Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek, Dr. Berry Juliandi, S.Si., M.Si., menjelaskan alasan pemerintah melakukan efisiensi. “Efisiensi dilakukan karena adanya ketidaksesuaian antara sumber daya dan kebutuhan yang ada. Namun, perlu ditegaskan bahwa seluruh beasiswa yang berkaitan dengan bidang studi tidak akan terkena efisiensi,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa pemerintah sedang mengupayakan agar Bantuan Operasional Pendidikan tidak terkena pemangkasan. “Efisiensi lebih diarahkan pada pengurangan perjalanan dinas, tunjangan pejabat, dan hal-hal lain yang tidak langsung menunjang pembelajaran. Komponen yang mendukung proses belajar-mengajar tidak akan terkena dampaknya,” tegas Berry.
Sementara Dominggus Oktavianus, Dewan Pembina Nalar Bangsa, turut menyoroti kendala dalam kebijakan efisiensi ini. “Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 masih perlu diperjelas mengenai detail pelaksanaan efisiensi. Selain itu, perkembangan geopolitik dan perubahan politik yang besar harus menjadi pertimbangan utama dalam menyusun kebijakan ekonomi,” paparnya saat memberikan materi.
Ia juga menyoroti pentingnya industrialisasi sebagai langkah strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. “Konsolidasi modal sangat penting. Mahasiswa tidak hanya harus kritis terhadap kebijakan, tetapi juga memahami apa yang perlu dikritisi. Hilirisasi adalah bagian dari strategi industrialisasi yang fundamental, seperti hilirisasi nikel yang dapat menghasilkan 200 ribu produk turunan,” lanjutnya.
Mewakili Mahasiswa, Syamsul Ma’arif, mengapresiasi langkah efisiensi anggaran jika diterapkan pada sektor nonproduktif seperti seminar dan perjalanan dinas. “Namun, dampaknya terhadap dunia pendidikan harus diperhitungkan dengan cermat. Kemajuan pendidikan sangat bergantung pada riset dan pengembangan,” ujarnya.
Syamsul juga menyinggung Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memberikan otonomi kepada kampus dalam mengelola akademik dan keuangan mereka. “Efisiensi seharusnya tidak sampai menghambat fungsi utama pendidikan. Justru, pemerintah harus memastikan bahwa efisiensi ini tidak membuka jalan bagi liberalisasi pendidikan yang berlebihan,” tambahnya.
Menutup diskusi, Dr. Berry Juliandi menegaskan bahwa kajian ulang terhadap PTKL (Perguruan Tinggi Kementerian/Lembaga) sedang dilakukan. “Pendidikan tetap menjadi prioritas, dan pemerintah akan tetap memberikan bantuan sosial untuk perguruan tinggi negeri berbasis hukum (PTNBH), dengan sumbangan maksimal 50%. Namun, perguruan tinggi juga harus lebih mandiri dalam mengelola anggarannya,” pungkasnya.
Acara ini mencerminkan upaya mahasiswa dalam mengawal kebijakan pendidikan nasional agar tetap berpihak kepada kepentingan rakyat dan tidak mengorbankan kualitas pendidikan dalam proses efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah.
Ino Making