Dok istimewa |
Ketiga kapal yang terdampak, yaitu KMP Sirung, KMP Pulau Sabu, dan KMP Ile Boleng, menjadi saksi bisu atas penderitaan 43 ABK yang mengandalkan gaji mereka untuk menghidupi keluarga. Dari total ABK, 20 orang berada di KMP Sirung, 20 orang di KMP Pulau Sabu, dan tiga orang di KMP Ile Boleng, yang saat ini tengah dalam perbaikan di Surabaya.
Dalam upaya untuk menuntut hak mereka, para ABK telah beberapa kali mendatangi kantor PT Flobamora. Namun, jawaban yang diterima masih nihil. Salah seorang ABK berinisial MM, yang enggan disebutkan namanya, mengungkapkan kekecewaannya melalui pesan singkat kepada media ini.
"Per hari ini kami sudah ke kantor PT Flobamora. Karena sudah tiga bulan belum gajian. Dan BPJS Kesehatan juga diblokir karena belum bayar," ungkap MM pada (3/8).
Kondisi semakin rumit setelah Penjabat (PJ) Komisaris PT Flobamora, Samuel Halundaka yang diangkat oleh PJ Gubernur NTT tidak kunjung menandatangani berkas dana subsidi yang diperlukan agar gaji dapat dicairkan. "Kami kesulitan, karena kepala direktur dan dirut operasional juga belum diangkat," tambah MM.
Di sisi lain, manajemen PT Flobamora, melalui manajernya, telah berupaya bertemu dengan PJ Komisaris yang baru, namun pertemuan itu belum menghasilkan keputusan yang jelas. "Kami karyawan (ABK) selama ini menerima gaji dari dana subsidi yang sudah berjalan selama ini," jelasnya.
Kisah ini menjadi potret betapa rumitnya birokrasi yang mengorbankan nasib pekerja. Hingga kini, nasib 43 ABK tersebut masih terombang-ambing, menunggu kepastian dari pihak yang berwenang.
Sementara itu, publik menanti langkah konkret dari PT Flobamora dan Pemerintah Provinsi NTT untuk segera menyelesaikan masalah ini dan mengembalikan hak-hak yang sudah seharusnya diterima oleh para pekerja tersebut.
Hingga berita ini diturunkan, PJ Komisari PT Flobamora belum berhasil dikonfirmasi.**