Notification

×

PT Benenai Permai Diduga Lakukan PHK Sepihak, Jefri Ulu Tuntut Haknya di Pengadilan

Rabu, 22 November 2023 | November 22, 2023 WIB Last Updated 2023-11-21T16:24:07Z
Sidang perkara dugaan PHK sepihak oleh PT Benenai Permai kepada Jefri Ulu Bona. Foto: Gega Making
Kupang, Fakta Line - Sidang terkait dugaan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak oleh PT Benenai Permai terhadap Jefri Ulu Bona pada 3 Maret 2023, menarik perhatian di Pengadilan Negeri Kupang Kelas IA, pada Selasa (21/11/2023). 


Kuasa Hukum Jefri Ulu Bona, Martin Lau, S.H., dengan tegas mengungkapkan keraguan atas tindakan perusahaan dan menyoroti aspek-aspek yang membingungkan dalam kasus ini.


Kepada media ini, kuasa hukum penggugat tersebut menjelaskan bahwa kliennya di-PHK karena meminjam uang sebesar 6.370.000 rupiah. Namun, kata dia, peminjaman tersebut atas persetujuan dari manajer atau pengawas SPBU Naresa, Ermelinda Deviana Namok Taek. Pengacara Jefri tersebut menegaskan bahwa pinjaman uang di PT Benenai Permai, khususnya di cabang Atambua, merupakan praktik umum yang diizinkan oleh pimpinan perusahaan.


"Pertanyaannya, apakah tindakan perusahaan ini sejalan dengan norma-norma etika dan hukum yang berlaku? Klien kami, Jefri Ulu Bona, melakukan pinjaman itu karena keadaan yang memaksa atau akibat bencana kematian dalam keluarganya," ungkap Martin Lau.


Pihak Jefri juga menyoroti fakta bahwa pinjaman tersebut dilakukan atas persetujuan dari Ibu Ermelinda yang saat itu berperan sebagai pengawas di perusahaan. Mereka mempertanyakan logika perusahaan menganggap tindakan ini sebagai penggelapan uang.


"Kami ingin tahu, uang mana yang dianggap di gelapkan, mengingat kejadian ini berkaitan dengan bantuan dana untuk keperluan mendesak setelah kejadian tragis dalam keluarga Jefri," jelas Martin.


Martin juga menyatakan, "Klien kami, Jefri Ulu Bona, yang sudah setia bekerja selama 12 tahun sejak Oktober 2010, kini dihadapkan pada PHK sepihak yang dianggap melanggar ketentuan undang-undang. Jefri sudah melebihi masa kerja yang diatur oleh undang-undang yaitu telah melebihi 3 tahun undang-undang lama nomor 13 tahun 2003 maupun undang-undang baru nomor 11 tahun 2020 dan PP nomor 35 tahun 2021 yaitu 5 tahun. Dia (Jefri) masuk pada kategori perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), sehingga seharusnya dianggap sebagai pekerja tetap."


Tuntutan Jefri Ulu Bona mencakup sejumlah hak sesuai dengan peraturan perundangan, termasuk pesangon sembilan kali upah, uang penghargaan masa kerja enam kali upah atau gaji, uang pergantian hak, hak cuti, tunjangan hari raya, dan hak normatif lainnya. 


Kuasa hukum ini juga menyinggung transaksi keuangan yang tidak jelas. "Perusahaan hanya mengirimkan 5 juta rupiah ke rekening klien tanpa penjelasan. Hak klien kami seharusnya mencapai 158 juta rupiah, namun hanya 5 juta yang diterima. Oleh karena itu kami kurngi menjadi 153 juta. Ini merupakan ketidakjelasan yang patut dipertanyakan dalam konteks keadilan," ungkap Martin.


Dalam rangka membuktikan keabsahan gugatan, sidang hari ini penggugat menghadirkan saksi-saksi dan bukti-bukti konkret, termasuk legalitas formal dan surat undangan dari Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (NAKERTRANS) kabupaten Belu. 


Kuasa hukum penggugat juga menyoroti bahwa perusahaan tidak memiliki aturan tertulis yang jelas terkait larangan dan hak-hak pekerja. Ia juga menyampaikan bahwa sebelum ada putusan terhadap perkara ini maka masih ada kesempatan bagi pihak tergugat bersama penggugat untuk melakukan penyelesaian perkara ini secara baik.


Martin Lau menambahkan, "Kami mencatat lebih dari 10 orang pekerja yang melakukan pinjaman dengan kemudahan serupa tanpa adanya hambatan. Ini menunjukkan bahwa tindakan klien kami tidak terisolasi dan seharusnya tidak dijadikan alasan PHK."


Sementara kuasa hukum PT Benenai Permai, A. Luis Balun, menegaskan bahwa Jefri Ulu Bona di-PHK karena diduga melakukan penggelapan uang.


 "Kalau dari pihak kami perusahaan itu kenapa dia di berhentikan, karena uang bahan bakar yang petugas pengisian itu biasanya mereka yang isi minyak itu setelah isi minyak dia tidak langsung stor. Setelah isi minyak uangnya dia bawa ke rumah. sampe di lapor itu karen kami mengetahui terjadi penggelapan uang bahan bakar, makanya menurut kami dia tidak jujur dan bawa uang ke rumah terlebih dulu, jadi kami lapor di polisi bahwa terjadi penggelapan," ujar pengacara tergugat, A. Luis Balun, S.H.


Balun menyatakan bahwa uang hasil isi minyak seharusnya disimpan di kantor. "Tidak ada pemberitahuan kepada bendahara maka dari itu kami memberhentikan dia. Kalau dari versi dia yah dia mengatakan memberitahui. tapi versi kami, bendahara itu sudah diperiksa di polisi yang ternyata uang itu dia tidak stor, dan bawa pulang ke rumah dulu. Nah kalau bawa pulang ke rumah bagaimana proses pinjamannya bisa terjadi," tambahnya.


Sementara pihak karyawan berpendapat bahwa mereka berhak mendapatkan uang pesangon, perusahaan menegaskan bahwa pemecatan dilakukan karena tindak pidana penggelapan. "Jadi semua itu nanti hakim yang putuskan akan seperti apa?," tegas Balun.


Kontroversi ini juga mencakup pertanyaan apakah pemberhentian karyawan harus dilakukan secara tertulis sesuai undang-undang tenaga kerja. "Secara hukum ini kesepakatan, yang di bahas kesepakatan itu tidak harus tertulis, yah ketika ada kesepakatan lisan harus diselesaikan juga secara lisan," ungkapnya.


Selain itu, perkara serupa diajukan Antonio Dacrus di Pengadilan Negeri Kupang Kelas IA. Saat ini, kasus tersebut tengah menunggu proses sidang guna mendapatkan keadilan yang diharapkan.

GM