Notification

×

Praperadilan Terhadap Kapolres Kupang, Ahli Pidana Dihadirkan, Kuasa Hukum Pemohon Sebut HAM Harus Diperhatikan

Sabtu, 11 Maret 2023 | Maret 11, 2023 WIB Last Updated 2023-03-11T05:03:06Z
Sidang Praperadilan terhadap Kapolres Kupang, Jumad (10/3/2023). Foto: Gega Making
Oelamasi, Fakta Line - Pengadilan Negeri (PN) Kelas II Oelamasi kembali menggelar persidangan Praperadilan terhadap Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Kupang, AKBP FX. Irwan Arianto, S.I.K.,M.H, yang diajukan oleh sepuluh waraga Desa Toobaun, Kecamatan Amarasi Barat, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Jumad, (10/3/2023).


Permohonan Praperadilan dilakukan atas tindakan Penyidik Polres Kupang yang menetapkan kesepuluh warga Toobaun ini  sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana pengerusakan pintu pagar kantor Desa Toobaun pada 23 November 2021. 


Sidang permohonan Praperadilan nomor: 1/PID.PRA/2023/PN Olm, digelar dengan agenda pendapat Ahli dari Pemohon dan Termohon. Dalam persidangan, Polres Kupang atau Termohon berhasil menghadirkan Ahli Hukum Pidana. Sebaliknya, Pemohon tidak dapat menghadirkan Ahli Hukum Pidana.


Kuasa Hukum Pemohon, Solahudin, S.H, mengatakan tindakan penyidik Polres Kupang yang menetapkan kesepuluh warga Toobaun ini telah memenuhi minimal dua alat bukti.


"Bahwa setelah mencermati replik Pemohon, Pemohon keliru dalam memaknai jawaban Termohon angka romawi I bahwa Pemohon menyatakan bahwa jawaban Termohon angka Romawi I adalah dasar hukum Praperadilan Bukan objek praperadilan. Jelas ini adalah replik yang sangat keliru dari Pemohon. Bahwa jawaban Termohon angka Romawi I tersebut menunjukkan dasar hukum Praperadilan yang mengatur tentang objek praperadilan dan tidak bisa dipisahkan.


Objek praperadilan dalam perkara a quo adalah sebagaimana dalam jawaban Termohon angka Romawi I telah kami tegaskan dengan memberi tanda bold pada kalimat penetapan tersangka. Itu artinya objek praperadilan yang diajukan Pemohon adalah tentang penetapan tersangka. Kami tegaskan lagi dalam jawaban kami pada angka Romawi III poin 2, 3 dan 4," kata Kasubsi Bankum Polres Kupang ini.


Dia mengatakan, dalam replik Pemohon bahwa objek Praperadilan adalah sepuluh Surat Ketetapan tentang Penetapan Tersangka tanpa adanya dua alat bukti adalah replik yang keliru dan tidak mendasar karena dalam jawaban Termohon telah dijelaskan bahwa terhadap para tersangka (pemohon) ditetapkan sebagai tersangka sudah berdasarkan minimal dua alat bukti yang sah dan saling bersesuaian yakni Keterangan Saksi, Surat, (Foto screenshot), dan Ahli.


Kuasa Hukum Pemohon, Yulius D. Teuf, S.H, mengatakan dalam konsiderans objek praperadilan diktum "menimbang" tertulis bahwa berdasarkan penyidikan terdapat dugaan tindak pidana ditemukan bukti permulaan yang cukup untuk menentukan seseorang sebagai tersangka. Namun, dia menjelaskan bahwa bukti permulaan yang cukup tidak lagi menjadi alasan untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka, tetapi harus didasarkan adanya 2 alat bukti yang sah sesuai Pasal 184 Ayat (1) KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014.


"Jika Termohon Praperadilan memiliki 2 alat bukti berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, maka alat bukti dari Termohon harus diuji keabashannya melalui Praperadilan seperti keterangan saksi, apakah memenuhi kriteria sebagai saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 26 dan angka 27 KUHAP yaitu saksi melihat sendiri, mendengar sendiri, mengalami sendiri tentang peristiwa pidana dengan menyebutkan alasan pengetahuannya." Kata Yulius.


"Termohon mengeluarkan surat penetapan tersangka terhadap para pemohon tanpa adanya dua alat bukti sah," pungkas dia.


Mantan Jaksa Papua ini mengatakan, sesuai fakat persidangan dalam keterangan saksi fakta, mengatakan pada 23 November 2021 tidak ada pengerusakan pintu pagar kantor Desa Toobaun. 


"Fakta persidangan sudah menunjukan semuanya. Bahwa penetapan kesepuluh orang ini tanpa alat bukti yang kuat." Tuturnya.


Yulius juga menyatakan, dalam menetapkan tersangka dan dalam persidangan harus memperhatikan Hak Asasi Manusia (HAM). Sebab, hal ini merupakan amanat UUD 45.


Ahli Hukum Pidana, Mikhael Feka, mengatakan Objek Praperadilan diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Putusan Mahkama Konsitusi (MK) nomor 21/PUU-XII/2014. Dalam KUHAP diatur dalam pasal 1 angka 10 Junto pasal 77 KUHAP  enyatakan bahwa Pengadilan Negeri untuk memeriksa, memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:


1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka.

2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan.

3. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Ahli Hukum Pidana, Mikhael Feka, Jumad (10/3/2023). Foto: Gega Making
Dalam perkembangan Hukum Indonesia dalam putusan MK nomor 21/PUU-XII/2014 memperluas objek Praperadilan yaitu sah tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan. MK telah menjadikan penetapan tersangka sebagai salah satu objek praperadilan yang sebelumnya tidak ada dalam KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan inkontitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.


Menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-undang nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP menyebutkan bahwa Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal menurut cara yang diatur dalam Undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.


"Sehingga penyidikan masuk dalam rana Formil," kata Ahli Hukum Pidana, Mikhael Feka.


Rana Formil, kata dia, bagaimana cara alat lembaga negara dalam hal ini penyidik, penuntut, jaksa, dan hakim menjalankan peran dan fungsinya. 


"Penyidik berhak menetapkan seseorang itu sebagai tersangka, berdasarkan dua alat bukti," ujar Mikhael Feka menambahkan.


Saksi dalam pasal 1 angka 26 KUHAP yaitu orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. 


"Namun, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010 memperluas pendefinisan saksi dalam pasal 1 angka 26," tutur Mikhael Feka.


Saksi tidak hanya mereka yang melihat, mendengar, ataupun mengalami sendiri peristiwa pidana, melainkan juga mereka yang memiliki pengetahuan tentang suatu peristiwa pidana, sekalipun orang tersebut tidak melihat, mendengar, ataupun mengalami sendiri peristiwa pidana yang dimaksud. Dalam hal ini, saksi yang memberikan keterangan yang bersifat de auditu dapat memberikan keterangannya yang ia peroleh dari orang lain tersebut (de auditu).


Pasal 184 (1) disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa. 


"Saksi adalah seseorang yang dapat memberikan keterangan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengan sendiri, ia lihat sendiri , dan ia alamai sendiri (Pasal 1 angka 26 KUHAP). Saksi biasanya terdiri dari pada saksi yang memberatkan (a charge) yang biasanya diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) demi menguatkan dakwaannya, dan juga saksi yang meringankan (a de charge) yang diajukan oleh terdakwa dalam rangka melakukan pembelaan terhadap dakwaan yang diberikan kepadanya. Ketentuan hukum mengenai keterangan saksi diatur di dalam Pasal 185 KUHAP." Jelas Dosen UNIKA ini.


"Keterangan ahli itu adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus mengenai hal yang diperlukan untuk membuat terang dari suatu perkara pidana yang berguna untuk kepentingan pemeriksaan," kata Mikhael Feka.


Surat yang disebut dalam pasal tersebut ialah surat resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang untuk membuatnya. Namun, agar surat resmi tersebut dapat bernilai sebagai alat bukti di persidangan nantinya. Maka surat resmi tersebut harus memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat dan dialami sendiri oleh si pejabat, serta menjelaskan dengan tegas alasan keterangan ini dibuatnya.


Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain , maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.


Petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat dan/atau keterangan terdakwa ( Pasal 188 ayat 2). "Petunjuk sesungguhnya merupakan kesimpulan yang ditarik oleh hakim berdasarkan keterangan dan fakta-fakta yang terungkap di persidangan hakim. Hakim lah yang memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan dan penilaian terhadap kekuatan suatu petunjuk dengan penuh kecermatan, keseksamaan, arif, bijaksana dan berdasarkan hati nuraninya." Kata Mikhael Feka.


Sedangkan, kata dia, terdakwa bertindak dalam memberikan keterangannya sebagai alat bukti dalam persidangan.


Dalam perkembangan Hukum Indonesia, alat bukti diperluas sesuai dengan perkembangam zaman. Feka menjelaskan, Informasi elektronik dan atau dokumen elektronik dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.


Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memberikan dasar hukum mengenai kekuatan hukum alat bukti elektronik dan syarat formil dan materil alat bukti elektronik agar dapat diterima di persidangan.


"Pasal 1 angka 1 UU nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik menjelaskan informasi elektronik adlah Satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya." Jelas Feka.


Sedangkan dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

GM