Mimbar bebas PMKRI Cabang Kupang |
Kupang, Fakta Line - Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Kupang St. Fransiskus Xaverius menggelar mimbar bebas dan panggung perjuangan dalam rangka memperingati hari HAM sedunia yang ke-74 tahun. Kegiatan ini digelar pada Sabtu, (10/12/2022) bertempat di depan Marga PMKRI Cabang Kupang.
Presidium Gerakan Kemasyarakan (GERMAS) PMKRI Cabang Kupang Periode 2022/2023, Weli Waldus, mengatakan bahwa sejak seoarang manusia berada dalam kandungan dia punya hak untuk hidup yang layak dan tidak bisa dirampas atau diambil oleh siapa saja. "Hak Asasi Manusia merupakan hak yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap individu di bumi. Setiap orang wajib menjaga, melindungi serta menghormati hak setiap orang," tegas Weli dalam orasinya.
Presidium GERAMAS PMKRI Kupang menuturkan HAM juga telah diatur dalam undang-undang nomer 39 tahun 1999, menjelaskan bahwa Hak Asasi Manusia merupakan seperangkat haknya telah melekat pada setiap individu sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan wajib dijunjung tinggi, dihormati dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang. Namun menurut Weli, realitas yang terjadi hari ini di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ada begitu banyak persoalan pelanggaran HAM yang belum diselesaikan dengan benar sesuai undang-undang yang berlaku oleh institusi-institusi terkait.
PMKRI Cabang Kupang sebagai organisasi pergerakan tentu menjalankan fungsi control untuk melihat serta terlibat dalam memperjuangkan hak-hak kaum tertindas, ujar Weli.
Pada kegiatan tersebut PMKRI Cabang Kupang fokus menyuarakan tiga persoalan pelanggaran HAM di NTT yang sampai hari ini masih hangat diperbincangkan oleh publik yakni kasus penembakan warga sipil Natarius Gerson Lau (NGL) oleh oknum anggota Polres Belu, Pelanggaran HAM Pubabu-Besipae, dan pembakaran mahasiswa asal Sumba yang terjadi di Liliba Kota Kupang.
Penembakan Warga Sipil (NGL) Oleh Oknum Anggota Polres Belu
Peristiwa penembakan yang dilakukan anggota buzer Polres Belu menewaskan korban Natarius Gerson Lau (NGL) pada 27 September 2022 lalu. Bagi PMKRI Cabang Kupang dalam proses penangkapan seorang Daftar Pencarian Orang (DPO) terduga pelaku pengeroyokan, tidak bisa dibenarkan ketika anggota kepolisian melepaskan tembakan sampai mengakibatkan kehilangan nyawa. Dikatakan, seseorang yang hendak ditangkap hal ini merujuk pada peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No.8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam Penyelenggaran Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia BAB 1 Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 13 yang dengan tegas mengatakan, senjata adalah segala jenis peralatan standar kepolisian yang dapat digunakan oleh petugas Polri untuk melaksanakan tugasnya guna melakukan upaya melalui tindakan melumpuhkan, menghentikan, menghambat tindakan seseorang atau sekelompok orang. "Artinya, penggunaan senjata tidak untuk membunuh orang atau masyarakat sipil yang dalam kasus ini tidak melakukan perlawanan," jelas Weli.
Selain itu, Weli mengatakan, Rujukan lain terdapat pada BAB II Instrumen Perlindungan HAM Pasal 9 ayat 1. Dalam menerapkan tugas pelayanan dan perlindungan terhadap warga masyarakat setiap anggota Polri wajib memperhatikan asas legalitas, asas nesitas dan asas proporsionalitas. Kasus ini tentu menambah catatan presenden buruk institusi Polri, jikalau ini dibiarkan maka citra institusi Polri akan semakin busuk dan kehilangan kepercayaan masyarakat, tegasnya.
"Hal penting yang masyarakat NTT perlu ketahui adalah tembakan yang ditujukan kepada korban, secara Standart Operasional Prosedural (SOP) Kepolisian, harusnya tembakan itu bertujuan untuk melumpuhkan target (korban), siapa pun anggota kepolisian yang mengeluarkan tembakan itu hanya untuk melumpuhkan target (korban), karena itu sasaran tembakan tidak boleh mengenai daerah vital pada target tembakan. Dalam kasus ini, akibat tembakan yang dikeluarkan oleh salah seorang oknum anggota Kepolisian Resort Belu telah menewaskan target (korban), karena itu PMKRI Cabang Kupang menyatakan dengan tegas itu salah, salah karena tidak sesuai SOP penangkapan yang katanya target adalah seorang DPO. Berdasarkan poin-poin ini PMKRI Cabang Kupang mendesak Polda NTT untuk mempercepat proses penanganan hukum serta menindak tegas pelaku penembakan sesuai undang-undang yang berlaku," ujar Weli.
Pelanggaran HAM Masyarakat Adat Pubabu-Besipae
Konflik yang meresahkan masyarakat adat Pubabu-Besipae, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) terkait dengan konflik perebutan lahan antara Pemprov NTT dan masyarakat adat Besipae belum juga berakhir. Belum lama ini, Pemerintah Provinsi NTT, melalui Satuan Polisi Pamong Praja (SAT POL PP) telah membuat ulah lagi dengan membongkar secara paksa rumah milik masyarakat Pubabu yang terjadi pada Kamis (20/10/2022) lalu.
Presidium GERMAS PMKRI Kupang mengatakan bahwa Gubernur VBL adalah pemimpin yang tidak punya hati. Hal tersebut ia sampaikan, lantaran karena Gubernur VBL, menggunakan aparat keamanan untuk menindas masyarakat Besipae. Baginya tindakan itu sangat tidak manusiawi dan kian menggurita banyak konflik. Apalagi ruang hidup sebagai penyanggga utama kehidupan mereka di gusur secara paksa. Menurut Weli, pendekatan yang dilakukan oleh Pemprov sangat tidak mengedepankan ruang dialog dengan masyarakat adat Besipae. Apalagi mengerahkan aparat keamanan melalui Sat Pol PP untuk melakukan tindakan represif terhadap masyarakat adat Pubabu-Besipae.
Kata Weli, tindakan represif yang dilakukan oleh aparat keamanan terhadap masyarakat Pubabu-Besipae merupakan bentuk ketidak pahaman tentang pengertian HAM sesuai undang-undang nomor 39 tahun 1999. "Konteks persoalan ini harusnya Pemprov NTT turun ke Besipae untuk membangun dialog dengan masyarakat agar Pemprov mendengar secara langsung apa yang menjadi harapan, tuntutan maupun keiginan masyarakat adat Pubabu-Besipae. Apa yang dilakukan oleh Pemprov NTT terhadap masyarakat Besipae menunjukkan sikap arogansi kekuasaan dan terhadap rakytanya sendiri. Sehingga dalil apapun yang dibangun oleh Pemprov NTT untuk membenarkan tindakan Pemerintah bagi PMKRI Cabang Kupang tidak benar, karena kemanusiaan ada di atas segala-galanya. Tidak boleh ada penindasan oleh manusia terhadap sesama manusia. Tujuan utama sebuah pembagunan itukan untuk mensejahterakan masyarakat. Oleh karena itu, pastikan pembangunan tersebut tidak boleh mengabaikan hak hidup masyarakat," tandas Weli Waldus.
Oleh karena itu, "PMKRI Cabang Kupang mendesak Pemprov NTT untuk menghentikan segala upaya pembongkaran dan penggusuran paksa sewenang-wenang yang tidak memperhatikan sisi kehidupan masyarakat. Pemprov NTT harus bertanggungjawab atas konflik dan penegakkan serta pemenuhan HAM masyrakat Besipae. Dalam penyelesaian konflik harusnya Pemprov NTT lebih mengedepankan pendekatan yang humanis, adil dan bijaksana dengan masyarakat Besipae," desak Weli Waldus.
Pembakaran Mahasiswa Asal Sumba Yang Terjadi di Liliba Kota Kupang
Pada tanggal 08 Agustus 2022 warga Kota Kupang dihebohkan dengan penemuan mayat di kali kering dekat pekuburan umum Liliba RT 045/RW 16, Kelurahan Liliba, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah NTT, Komisaris Besar Polisi Ariasandy mengatakan, hasil tes DNA antara pasangan suami istri asal Kabupaten Sumba Barat Daya, Bartolomeus Radu Bani (44) dan Maria Muda Kaka (43), identik dengan jenazah tersebut. Identitas jenazah itu diduga Sebastian Bokol yang berstatus mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Pulau Jawa. "Berdasarkan hasil DNA identik antara jenazah dengan pasangan suami istri asal Sumba Barat Daya," kata Ariasandy, seperti dilansir dari kompas.com, Rabu (9/11/2022). Setelah hasilnya identik, lanjut Ariasandy, Kepolisian Resor Kupang Kota akan mengungkap identitas jenazah secara detail.
Polisi akan menelusuri kronologi peristiwa, bermula dari korban ditemukan tewas dalam kondisi terbakar. terkait kasus ini, polisi telah meminta keterangan sejumlah saksi. "Baru lima saksi yang dimintai keterangan," kata Ariasandy.
Sebelumnya, warga yang bermukim di perbatasan antara Kelurahan Naimata Dan Liliba, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), dihebohkan dengan penemuan sosok jenazah manusia yang terbakar. Jenazah tanpa identitas itu ditemukan pertama kali oleh Riyan, siswa salah satu sekolah dasar di sebuah kali kering di wilayah itu.
Presidium GERMAS PMKRI Cabang Kupang Periode 2022/2023 Weli Waldus menyampaikan ucapan termakasih kepada Polres Kupang Kota karena penanganan kasus ini sudah mulai sedikit ada kemajuan terutama telah meminta keterangan para saksi. "Kita menyampaikan ucapan terimakasih kepada Polres Kupang Kota karena sudah mulai pemeriksaan saksi-saksi. Tetapi kita berharap bahwa Polres Kupang Kota jangan terlena, kasus ini harus benar-benar ditangani secara serius. Kalau tidak ditangani secara serius maka PMKRI Cabang Kupang patut pertanyakan integritas Polres Kupang Kota," ungkap Weli.
"Sementara Ketua Presidium PMKRI Cabang Kupang Periode 2022/2023, Marianus D. Humau mengatakan bahwa dalam memperingati hari HAM se-dunia yang ke-74 ini, PMKRI Kupang melakukan aksi mimbar bebas dan panggung perjuangan untuk merefleksi penghormatan, pemenuhan dan perlindungan HAM di Indonesia khususnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
"Ada begitu banyak kasus pelanggaran HAM yang terjadi di NTT belakangan ini yang lamban dalam proses penanganannya. Kasus penembakan warga sipil oleh oknum polri, pelanggaran HAM masyarakat adat Besipae oleh pemprov NTT, pembakaran mahasiswa asal Sumba di Liliba, Kota Kupang dan masih banyak lagi pelanggaran HAM yang masif terjadi. Akibat penegakan hukum yang carut marut, sampai dengan hari ini belum ada titik terang dalam penyelesaiannya. Suara korban kekerasan, ketidakadilan, diskriminasi dan kriminalisasi tidak pernah sampai ke telinga penguasa yang sudah terkontaminasi dengan kepentingan elit politik dan kaum pemilik modal," ujar Humau.
"Melihat kondisi-kondisi ini, saya menilai pemenuhan dan penyelesaian kasus HAM di NTT mengalami kemerosotan yang mendalam. Upaya pembiaran yang dilakukan Pemprov dan Polda NTT menunjukkan pelanggaran HAM secara tidak langsung Negara terhadap rakyatnya serta ketidakmampuan berkontribusi dalam perbaikan pemajuan dan penegakan HAM di NTT, tutur Humau.
"Oleh karena itu, dalam momentum hari HAM se-dunia ini ada beberapa rekomendasi dan pernyataan sikap PMKRI Kupang kepada pemangku kepentingan khususnya Pemprov dan Polda NTT. Mestinya disadari bahwa perlindungan, penghormatan dan pemenuhan HAM merupakan pilar penting dalam menciptakan masyarakat yang beradab. Harapannya kasus-kasus pelanggaran HAM di NTT segera diselesaikan secara objektif, profesional, dan transparan," tegas mantan Ketua Umum KMK BSB Undana.
PMKRI Cab. Kupang